Seringkali dokter kesulitan mendiagnosis penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) pada anak. Ini karena gejala TB Paru pada anak sulit dibedakan dengan pneumonia (radang paru-paru) yang disebabkan oleh infeksi berbagai bakteri dan virus, juga dipengaruhi oleh berbagai hal seperti kurang gizi/malnutrisi dan infeksi HIV.
Pemeriksaan penunjang juga relatif lebih sulit pada anak, untuk pemeriksaan laboratorium dahak/sputum anak sulit mengeluarkan sputum, dan rendahnya jumlah bakteri di sputum, seringkali mengakibatkan pemeriksaan basil tahan asam (BTA) TB negatif. Sebagai gantinya dilakukan bilas lambung pada anak, namun jenis pemeriksaan ini hanya memungkinkan dilakukan di rumah sakit. Oleh karena pemeriksaan sputum pada anak BTA negatif maka mereka tidak menularkan.
Gejala klinis TB Paru pada anak juga tidak spesifik, dan hampir 50% anak pada stadium permulaan penyakitnya tidak menunjukkan adanya gejala khusus/asimptomatik. Karenanya diagnosis TB Paru pada anak ditegakkan berdasarkan beberapa pengamatan dan pemeriksaan penunjang. Beberapa pakar mengajukan sistim skoring dari berbagai gejala dan hasil pemeriksaan penunjang. Salah satu sistim skoring, yang dibuat oleh UKK Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, dan telah diadopsi oleh Kementerian Kesehatan.
Meskipun tidak 100% pasti namun cara dengan sistim skoring ini bisa membantu pendekatan diagnosis TB pada anak, terutama di masyarakat.
Sistim skoring TB Anak meliputi penilaian terhadap :
1) Adanya kontak dengan penderita TB dewasa dengan pemeriksaan lab. Sputum BTA (+);
2) Uji tuberkulin (Test Mantoux) positif dengan indurasi/ benjolan hasil test ≥10 mm
3) Berat badan tidak naik bahkan turun atau status gizi kurang bahkan buruk;
4) Demam tanpa sebab yang jelas;
5) Batuk lama lebih dari 3 minggu;
6) Pembesaran kelenjar getah bening di leher, ketiak dll yang tidak nyeri;
7) Pembengkakan tulang/sendi lutut, panggul, jari dan
8) Hasil foto rontgen dada menunjukkan gambaran sugestif TB.
Bila ditemukan gejala atau keadaan tersebut harus ditindak lanjuti karena kemungkinan anak menderita TB, pengobatan bisa dimulai bila total skor ≥ 6.
Sejak beberapa tahun belakangan ini pengobatan TB paru, termasuk pada anak, dilakukan dengan strategi DOTS (Directly Observed Therapy, Short-course) artinya pemberian pengobatan jangka pendek dengan pengawasan. Jadi ada pengawas minum obat (PMO), agar obat tidak lupa diminum.
Lama pengobatan selama 6 bulan, dengan kombinasi 3 obat pada 2 bulan pertama, yaitu isoniazid (INH), rifampin (RMP), dan pyrazinamide (PZA), dan 4 bulan selanjutnya 2 obat INH dan RMP saja. Bila diberikan dengan dosis yang tepat, cara minum yang benar dan teratur setelah 6 bulan kesembuhan akan tercapai.
Sumber : Materi Seminar TB Days Prof. Dr.dr. Cissy B. Kartasasmita, SpA(K), MSc.
No comments:
Post a Comment